Senin, 28 Januari 2008

REFERAT TERAPI CAIRAN

BAB I

PENDAHULUAN


 

Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.

Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.

Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut.

Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis.

Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.

Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :

  1. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh
  2. Dukungan nutrisi
  3. Akses intravena
  4. Mengatasi syok


 

BAB II

DISTRIBUSI, KOMPOSISI, DAN KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH


 

A. Distribusi cairan tubuh dan fungsinya

Enam puluh persen dari berat tubuh kita adalah air. Cairan tubuh dipisahkan oleh membran sel sehingga ada yang terdapat di dalam sel (intraseluler) yang berjumlah 40 % dan ada yang terdapat diluar sel (ekstraseluler) yang berjumlah 20 %. Cairan ekstraseluler terdiri atas cairan interstitial yaitu cairan yang berada di ruang antar sel berjumlah 15 % dan plasma darah yang hanya berjumlah 5 %. Selain itu juga dikenal cairan antar sel khusus disebut cairan transeluler misalnya, cairan cerebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, cairan pleura, dan lain-lain.

Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat elektrolit dan non elektrolit seperti protein dan glukosa yang mempunyai berat molekul yang berbeda. Air, elektrolit, dan asam amino bisa melintasi membran sel dengan mudah karena berat molekulnya yang rendah, sementara makromolekul seperti protein plasma tidak bisa melintasi dinding kapiler.

Baik cairan intraseluler maupun ekstraseluler memainkan peranan penting dalam mendukung kehidupan. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh, sementara cairan ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik.


 

Diagram 1. Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh


 


 

B. Komposisi cairan intraseluler dan ekstraseluler

Kadar elektrolit intrasel dan ekstrasel berbeda karena terdapat membran sel yang mengatur transport elektrolit. Cairan intraseluler terutama mengandung elektrolit berupa ion-ion kalium (K+), magnesium (Mg++), dan Fosfat (HPO4-2). Cairan ekstraseluler mengandung terutama natrium (Na+) dan klorida (Cl-).

Cairan interstitial dan plasma keduanya merupakan cairan ekstraseluler, tetapi mempunyai komposisi protein yang berbeda karena terdapat dinding kapiler yang tidak bisa dilintasi oleh masing-masing protein.

Tiap organ didalam tubuh tidak memiliki kandungan air yang sama. Organ yang paling banyak kandungan airnya adalah otak diikuti ginjal, otot lurik, kulit, hati, tulang, dan lemak.


 

Tabel 1.perbandingan komposisi cairan intraseluler dan ekstraseluler


 


 


 


 


 

Peran Natrium

    Natrium merupakan kation terpenting dalam tubuh dan terutama terdapat pada cairan ekstraseluler. Eksresi air hampir selalu disertai dengan eksresi natrium baik lewat urin, tinja, atau keringat, karena itu terapi dehidrasi selalu diberikan cairan infus yang mengandung natrium.

    Natrium mempertahankan tekanan osmotik tubuh dan memelihara cairan ekstraseluler dalam keadaan konstan. Kadar Na serum normal adalah 135-145 mEq/L.

Peran Kalium

    Kalium merupakan elektrolit terpenting di cairan intraseluler. Kalium memainkan peranan penting dalam saraf dan perangsangan otot serta penghantaran impuls listrik.

    Kadar normal kalium dalam serum adalah 3-5 mEq/L. Hipokalemi menyebabkan keletihan otot, lemas, ileus paralitik, kembung, gangguan irama jantung. Sedangkan hiperkalemi dapat menyebabkan aritmia, tetani, dan kejang.

    Kalium memiliki pengaruh kuat terhadap jantung dan ginjal, maka pemberiannya harus hati-hati pada pasien dengan kelainan jantung dan ginjal.

C. Kebutuhan cairan per hari

    Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi parenteral.

    Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml, dan kira-kira 200 ml air metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300 ml/hari, sedangkan melalui penguapan yang tidak disadari (insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari.

    Maka pada pasien yang tidak dapat memperoleh makanan melalui oral memerlukan volume infus per hari yang setara dengan kehilangan air dari tubuh per hari, yaitu :


 


 


 


 


 


 

Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :

  • volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam
  • Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari
  • Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200


 

Kebutuhan air dan elektrolit per hari

Pada orang dewasa :

Air : 25-40 ml/kg/hr

Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr2

Na : 2 mEq/kg/hr3

K : 1 mEq/kg/hr3

Pada anak dan bayi :

Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr

10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr

> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr

Na : 3 Meq/kg/hr2

K : 2,5 Meq/kg/hr2

Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan

Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

  • Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )
  • Hiperventilasi
  • Suhu lingkungan tinggi
  • Aktivitas ekstrim
  • Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :

  • Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
  • Kelembaban sangat tinggi
  • Oligouri atau anuria
  • Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
  • Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )


 

BAB III

PERGERAKAN AIR DALAM TUBUH

Pergerakan air dalam tubuh diatur oleh tekanan osmotik. Tekanan osmotik mencegah perembesan atau difusi cairan melalui membrane semipermeabel ke dalam cairan yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Tekanan osmotik plasma ialah 280-290 mOsm/L. Larutan isotonik, yaitu larutan yang memiliki tekanan osmotik sesuai plasma adalah NaCl 0,96 %, Dextrosa 5 %, dan Ringer laktat, larutan hipotonik misalnya aquades, dan larutan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dari plasma disebut larutan hipertonik misalnya infus dengan tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma. Makin banyak partikel termasuk ion-ion yang dikandung larutan, makin tinggi tekanan osmotiknya. Larutan infus memliki tekanan osmotik karena mengandung zat-zat elektrolit. Air dari larutan infus tersebar diseluruh tubuh sesuai dengan perbedaan tekanan osmotik dalam cairan tubuh.

Jika cairan ekstrasel mempunyai tekanan osmotik yang lebih tinggi dari intrasel maka akan terjadi krenasi atau pengerutan sel karena air dari dalam sel keluar menuju ke tekanan yang lebih tinggi sehingga dapat terjadi dehidrasi sel. Sebaliknya jika cairan ekstrasel tekanan osmotiknya lebih rendah dari intrasel maka akan terjadi pembengkakan sel, dan jika pembengkakan sel ini berlebihan dapat mengakibatkan sel menjadi lisis.


 

BAB IV

GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT

I. Gangguan keseimbangan cairan

    Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan, luka bakar, dan penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.

Dehidrasi

    Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya.

Dehidrasi dibedakan atas :

  • Dehidrasi hipotonik
    • Kadar Na < 130 mmol/L
    • Osmolaritas < 275 mOsm/L
    • Letargi, kadang-kadang kejang
  • Dehidrasi isotonik
    • Na dan osmolaritas serum normal
  • Dehidrasi hipertonik
    • Na > 150 mmol/L
    • Osmolaritas > 295 mOsm/L
    • Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang

Tabel 2. Gejala Klinis Dehidrasi


 

Kehilangan cairan melalui diare

  • Kehilangan Na menyebabkan hipovolemia
  • Kehilangan H20 menyebabkan dehidrasi
  • Kehilangan HCO3 menyebabkan asidosis metabolik
  • Kehilangan K menyebabkan hipokalemi


 

Kehilangan cairan melalui muntah

  • Hipokloremi
  • Hipokalemi
  • Alkalosis metabolic
  • Gangguan keseimbangan air dan Na


 

Keadaan lain yang mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit

Gastroenteritis, DHF, Difteri, Tifoid, Hiperemesis gravidarum, Sectio cesar, Histerektomi, Kistektomi, Apendektomi, Splenektomi, Gastrektomi, Reseksi usus, Perdarahan intraoperatif, Ketoasidosis Diabetikum.


 

BAB V

TERAPI CAIRAN

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.

Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan-keadaan seperti yang sudah djelaskan sebelumnya. Selain itu kuhususnya dalam pembedahan dengan anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan tersebut berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.


 

Diagram 3. Terapi Cairan


 


 


 


I. Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar.

Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.

Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin)

Jika syok terjadi :

  • Berikan segera oksigen
  • Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
  • Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi


     

Pada luka bakar :

24 jam pertama :

  • 2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar
  • 1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam kemudian
  • Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa
  • Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap

  •  

Pertimbangan dalam resusitasi cairan :

  1. Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi
  2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus dimonitor, terutama pada pemberian infus dalam volume besar.
  3. Transfusi diberikan bila hematokrit < 30
  4. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%
  5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0


 

II. Terapi cairan rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :

  • 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
  • 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
  • 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengendung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

  • 6-8 ml/kg untuk bedah besar
  • 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
  • 2-4 ml/kg untuk bedah kecil


 

Tabel 3. Larutan kristaloid / elektrolit


 

Tabel 4. Larutan plasma ekspander


 


 

Metabolisme asetat dan laktat

Asetat dimetabolisme lebih cepat di otot menjadi bikarbonat sehingga dapat mencegah terjadinya asidosis metabolik. Sedangkan laktat dimetabolisme lebih lambat di hati. Latat kurang efisien untuk mengatasi asidosis dibanding asetat.

    

BAB VI

TEKNIK DAN KOMPLIKASI


 

Teknik pemberian

Pemberian dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena dipunggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, dan daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau dikepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilikaslis.

Pemakaian jarum anti karat atau kateter plastik anti trombogenik vena perifer sebaiknya diganti tiap 1-3 hari. Pemberian cairan secara sentral, yaitu melalui vena-vena yang dekat dengan atrium kanan seperti vena subklavia, jugularis eksterna dan interna.

Komplikasi pemberian

Sistemik :

  • Kelebihan / kekurangan cairan tubuh
  • Kelainan elektrolit
  • Ketidakseimbangan asam-basa
  • Kelainan gula darah
  • Emboli udara

Lokal : Flebitis dan infeksi local


 

KESIMPULAN


 

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak yang bisa membahayakan.

Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel. Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk ke dalam sel.

Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan sia-sia dan tidak bisa menolong pasien.


 

DAFTAR PUSTAKA


 

  • Latief S, Kartini, Dachlan. (editor). Terapi Cairan Pada pembedahan. Dalam : Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2002.h.133-140.
  • Pt Otsuka Indonesia. Pedoman Cairan Infus. Edisi VIII. 2003.
  • Attygalle D, Fluid And Electrolyte Resuscitation. Dalam : A Handbook of Anaesthesia. Sri Lanka : College of Anaesthesiologists of Sri Lanka. 1992. h.120-130
  • Dardjat MT. (editor). Cairan Maintenanve Dalam Pembedahan. Dalam : Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta : Aksara Medisiana. 1985.h.351-357.
  • Suntoro A. Terapi Cairan Perioperatif. Dalam : Anestesiologi. Muhiman. (editor). Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 1989.h.87-92.


 


 


 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Manteb nih
Jd inget koass di stase anestesi dan bedah.
Disuruh cari gimana rumus terapi cairan
Susah emang
Tp klo uda ngerti enak bgt